Koes Plus dan koran pagi di senja Orde Baru






Ini tentang aku, musik dan Orde baru. Masih ingat kan group band yang sangat terkenal di era tahun 70-90 an, Koes Plus begitu banyak orang menyukainya apalagi anak muda, seolah menjadi barometer gaya hidup anak muda saat itu. mereka tampil dengan ciri khas pop dan rock and roll nya dengan lagu-lagu segar anak muda, lagu-lagunya bervariatif dari sedih, senang, dan menggebu-gebu. Kata orang-orang sih, Koes Plus adalah manifestasi The Beatles nya Indonesia.

Aku mulai mendengarkan lagu-lagunya sewaktu masih berseragam merah putih dengan ingus yang tak pernah putus asa mengalir. Selain Wr. Supratman pencipta lagu Indonesia Raya yang selalu dinyanyikan di ruang sekolah maupun di halaman saat upacara dan juga 5 butir Pancasila dasar Negara Indonesia, Koes Plus juga memiliki ruang khusus dalam memoriku. lagu-lagunya yang selalu mengudara di radio waktu itu seperti bujangan, buat apa susah, kolam susu dan andaikan kau datang kembali selalu aku nyanyikan, dan kalian tentu paham kenapa aku selalu bernyanyi di kamar mandi menjelang maghrib tiba. Dahulu sepulang sekolah aku langsung memutar radio produk made in Japan itu, mencari-cari gelombang radio yang memutar lagunya Koes Plus, kalau sudah di putar aku tak ingin beranjak. senangnya minta ampun.

Hidup di Desa dengan keterbatasan teknologi aku selalu mencari informasi tentang legenda band itu. Pagi itu aku pergi ke pasar disuruh ibuku untuk membeli obat sakit gigi, kebetulan di kampungku saat itu yang menjual obat sakit gigi adalah orang Cina Tionghoa yang sudah lama menetap di Indonesia, orang kampung memanggilnya kok, sampai di toko Cina tersebut aku melihat  si kokoh duduk manis berkacamata tali potret khas Tionghoa seperti pemeran tokoh Protagonis dalam film Kungfu Hustle ditemani dengan segelas kopi sambil membaca koran.

Perlu diketahui, Orang yang membaca koran di kampungku termasuk golongan berkasta tinggi yang berpendidikan pada saat itu. Sambil bertanya obat sakit gigi aku mengintip isi berita korannya, betapa terkejut aku melihat ada tulisan Koes Plus yang aku baca dengan masih mengeja persuku kata Ko-es p-l-u-s dengan gambar mereka lagi pegang gitar. Aku begitu gembira, sama seperti dibelikan baju baru buat lebaran, aku tidak tahan untuk meminjam korannya. lalu si koko memandangi saya dengan sedikit wajah mengkerut dan bertanya dengan campuran logat Tionghoa.

 “mau beli apa ?“

 aku jawab “obat sakit gigi koh “,

Dia langsung mengambilnya dan memberikannya padaku. aku masih melirik gambar Koes Plus di koran itu. Di perjalanan pulang dalam hati aku berharap korannya sehabis dibaca tidak dijual ke tukang nasi ataupun jajanan pasar, dan akan aku beli korannya walau sudah kadaluarsa.

Hidup di Desa dengan keterbatan informasi tak membuatku buta terhadap gaya hidup anak muda, Mobilisasi di Desa semakin hari semakin tinggi. Tiap hari orang-orang keluar masuk dari Desa ke Kota. Namun, mobilitas yang sering dianggap sebagai indikator Modernitas, di tempat kami menjadi lambang kekurangan, kemiskinan dan kelaparan. Semakin banyak orang-orang Desa keluar menuju kota maka semakin terlihat ketidak merataan pembangunan, hal-hal tersebut menjadi problem kala itu dan mungkin sampai detik ini, aku tidak tau.

Waku itu aku memang keranjingan lagu-lagu band legendaris itu, tak berhenti di situ aku selalu bertanya kepada orang-orang yang baru datang dari Jakarta tentang perkembangannya. Kebetulan abang aku pulang pergi Jakarta-Desa untuk urusan bisnisnya, saat aku diceritain terkait band itu, aku tak beranjak memindahkan pantat sedikitpun.

memahami kanak-kanak ketika dewasa seperti membaca literatur kuno yang dilupakan zaman, membaca terbata-bata tentang ingatan yang hampir punah, dan seketika menjelma  seorang Arkeolog dengan cara berpikir seperti memutar waktu, menempatkan dirinya pada setiap yang lampau. Bagiku masa kanak-kanak adalah ingatan kebahagian yang memiliki cita rasa tinggi.

Di akhir Orde baru sepertinya aku lebih merasakan kesejahteraan sebagai anak-anak , sebelum akhirnya Presiden Soeharto turun jabatan.

Lalu pada sore itu, aku duduk di beranda rumah memandang jendela dengan rintik hujan yang sepi, musik Koes Plus aku putar kembali, suaranya mendayu-dayu, satu dua tetes airmata tiba-tiba jatuh begitu saja, huft…!  aku mengambil buku catatan harian yang pernah diberikan seseorang padaku dan aku menulis beberapa kalimat pada halaman ke-7 :

"Musik seperti yang aku pahami merupakan mantra ampuh dari kesepian, teman mesra dari kegelisahan hidup, sebagai dinding dari kegoncangan perasaan akibat dari ketidakseimbangan gerak, serta tempat berteduh saat gerimis mulai hadir secara tiba-tiba".

Seperti itu.

***
Sekarang aku sudah dewasa, zaman tentunya berubah, selera musik juga berubah, di luar hujan begitu deras, Entah kerasukan makhluk apa, aku tiba-tiba suka lagunya Via Vallen “Bojo Galak”, tapi sekarang aku mendengarkan lagunya Ed Sheeran “Perfect”.

Mari bernyanyi.

Comments

Popular Posts