Seorang lelaki murung yang dibesarkan oleh kesedihan




Setiap hari ada banyak hal berserakan dalam kepalaku. Mereka seperti kulit-kulit kwaci yang berserakan di lantai dan tidak mampu menjangkau tempat di mana ia seharusnya berada. Kepalaku juga tak ubahnya seperti lipatan-lipatan buku lama yang kertasnya mulai menguning. Apalagi ketika aku terjebak pada benda-benda di dalam kamarku, seperti tumpukan baju kotor, asbak yang penuh puntung rokok, buku-buku yang belum selesai dibaca, mereka semua seolah berlari padaku, mereka semakin mudah memberi akses pada kegelisahan.


Orang sepertiku rentan pada hal-hal  pilu, rentang kisah yang dilalui tidak sesederhana membuat telor ceplok, di sana ada banyak tarikan nafas dalam menghadapinya, dadaku sering berdesir karena sesuatu yang harus kurelakan. sesak sudah pasti. Namun setelah aku piki-pikir jalan masih terbentang panjang, akan ada banyak kemungkinan lain dan tentunya akan masih ada sisa kepingan kebahagian yang menanti.


Beberapa hari setelah bapakku pergi, Aku duduk diam termangu di beranda rumah menatap kosong ke depan, airmata jatuh begitu saja, aku tiba-tiba menjadi takut menjalani hidup, kemudian ibu memelukku dan mengusap kepalaku, ibu seperti memberi isyarat meyakinkanku untuk menghadapi semua ini. Aku seperti hidup dalam mimpi, aku masih belum percaya tentang hal yang sudah terjadi, seperti di penjara oleh waktu. Banyak tumpukan pertanyaan yang terbit lalu tenggelam dan berlalu lalang dalam kepalaku.  Kenapa hidup begini?


Waktu begitu cepat berlalu, padahal kemarin aku masih merasa sebagai kanak-kanak, bangun pagi-pagi sekali untuk pergi mengaji, melihat bapak sudah di pekarangan rumah memandikan sapi. Sekarang suara-suara itu sudah tidak terdengar lagi, tidak terlihat lagi.


Kalau dipikir-pikir hidup memang begini, rumit dan cenderung menakut-nakuti. Tapi tidak mengapa, sebab terkadang kita butuh derai airmata untuk sekedar melapangkan hidup. Suatu kali Soekarno pernah bilang “adakalanya dalam hidup, kita ingin sendiri saja bersama angin menceritakan seluruh rahasia lalu meneteskan airmata”.


Kelak kita akan paham sendiri bahwa tak ada satupun yang sia-sia dalam hidup.


Comments

Post a Comment

Popular Posts