Wisata Empati dan Kamu





Kalau malam aku susah tidur. Di Instagram kulihat deretan foto travelling berjejer dengan wajah-wajah penuh kebahagiaan. Pantai, gunung, nuansa pedesaan, dan gemerlap kota memenuhi beranda dengan caption bijak dan romantis, kalimat-kalimatnya adalah kutipan-kutipan yang kutemukan berserakan di mesin Google.


Foto-foto tersebut dengan mudah menjadi semacam postcard dan bahasa persuasif. Mengajakku untuk tidak berdiam diri, tentunya hal ini membuatku gelisah.


Dunia kerja adalah dunia yang menjebak kita pada taraf hidup yang mementingkan diri sendiri. Materi melimpah, kita bahagia. Hal semacam itu adalah tuntunan hidup kebanyakan orang, mungkin termasuk saya, haha.. Tak ada celah dalam memahami sisi hidup yang lain. Kita menjadi sibuk dengan diri sendiri.


Dunia kerja yang membosankan membuat kita berfikir untuk berhenti sejenak. melarikan diri dari kejenuhan kerja, ingin meluangkan waktu untuk bermalas-malasan di rumah menonton TV, minum kopi, atau mungkin mengobrol hangat dengan keluarga kecil. Penting rasanya merencanakan hal semacam itu.


Jika musim libur tiba, kita sibuk membuat perencanaan. mencari tempat-tempat yang dapat menampung kegelisahan kita. Bukit, Pantai, ataupun hotel yang cocok dengan kantong kita. Apalagi direncanakn dengan seorang kekasih, rasa-rasanya kita ingin hidup selamanya.


Wisata adalah mesin penggerak tercepat perekonomian manusia, agen-agen wisata di internet misalnya semakin hari semakin menjadi tujuan utama bagi mereka yang ingin melakukan perjalanan liburan. Restoran, Bar, hotel menjadi sajian utama lengkap dengan harga terendah hingga harga yang melangit. Tentu saja kita tidak ingin pergi berwisata tanpa perencanaan yang matang. Situs-situs di internet adalah cara yang tepat membandingkan harga yang satu dengan yang lain.


Berwisata ria ke tempat-tempat eksotis hari ini terkadang menjadi suatu kesalahan, entah bagaimana orang-orang dapat berseliweran menikmati panorama alam, tertawa terbahak-bahak, berselfi ria di pinggir pantai, di puncak gunung, ataupun di tempat-tempat di mana saja yang memiliki otoritas sebagai tempat wisata. Mereka meninggalkan sampah. Mungkin persoalan sampah sudah banyak sekali yang membahas.


Kemarin saya membaca bukunya George Orwell “Down and Out in Paris and London”, menarik namun saya belum selesai membacanya, tapi saya sedikit berterimakasih kepadanya telah memberikan sudut pandang baru dalam hal melakukan perjalanan wisata. Kisah George Orwell bermula ketika dia memutuskan untuk berhenti sebagai polisi imperial Inggris di Burma walau tanpa persetujuan dari keluarganya. Ia kemudian melakukan perjalanan ke Paris dan London. dia hidup bersama orang-orang gelandangan, para begundal dan bajingan kota. Dia menemukan sisi lain dalam hidup mereka. Kemiskinan adalah pemandangan yang dia saksikan setiap hari, sesama para gelandangan George Orwell berbagi hidup dengan berbagai kesengsaraan dan sepertinya menertawakan kemiskinan.


Dari kisah inilah George Orwell kemudian menulis tentang cara lain memahami hidup dan perjalanan. Kisah George Orwell adalah semacam wisata empati yang mungkin jarang dilakukan kebanyakan orang saat ini. Mari kita lupakan sejenak mimpi keliling dunia, mari kita berjalan berwisata melawan kebodohan dan melawan wacana politik yang mengkerdilkan nalar kita. Maka berwisata ria tidak perlu lagi menggunakan jasa agen di internet, mereka hanya menjebak kita pada hidup yang itu-itu saja. Kita semua bisa berwisata empati seperti halnya George Orwell.


Ayo my Dear, kita mau kemana?


Untuk my Dear...

Perlu kamu tau,

Aku hanya ingin suatu hari dapat duduk berlama-lama sepanjang hari bersamamu, berbagi kisah tragedi juga bercerita tentang kemiskinan dan orang-orang yang melawan kebodohan.


Kamu juga perlu tau, selain bumi aku ingin membuat planet baru di mana tak seorangpun yang dapat tinggal di sana kecuali kau dan aku. Kamu tau bagaimana aku dapat membuat planet itu? Sangat mudah, cukup menatap matamu dan terlelap di sana.

Terima kasih.

Comments

Post a Comment

Popular Posts