Apa-apa yang harus kita terima dengan dada terbuka


Sabtu kemarin saya memutuskan untuk cepat-cepat pulang dari tempat kerja. Biasanya hari sabtu sore saya habiskan dengan bermain sepak bola bersama teman-teman, namun berhubung saya mengalami cedera lutut yang cukup serius pada kaki kanan, saya memutuskan untuk istirahat sejenak mungkin membutuhkan waktu satu bulan atau bahkan lebih untuk bisa bermain lagi, semoga tidak sampai gantung sepatu, Naudzubillah.

Begini memang nasib menjadi pemain Sepakbola amatir, tidak ada asuransi kesehatan dari pihak klub ataupun pemerintah. Mereka tidak sudi memberikan jaminan kesehatan kepada orang yang setengah-setengah dalam suatu bidang dan nasib buruk memang selalu berpihak pada golongan orang yang setengah-setengah. Mengharapkan asuransi kesehatan dari iklan? Aduh, iklan apa ya yang pantas untuk pemain bola amatir seperti saya, produk kripik cap ikan terasi pun tidak akan melirik secuilpun pada saya.

Bermain Sepakbola apapun levelnya sama-sama memiliki resiko, dari sepakbola kelas dunia hingga pada level liga dusun pun sama-sama memiliki kemungkinan untuk mengalami hal yang tidak diinginkan, dalam hal ini cedera misalnya.

Kejadiannya sekitar 2 minggu yang lalu, seperti biasa pada jam 4 sore saya berangkat ke lapangan untuk latihan, tiba di lapangan terlihat hanya beberapa saja teman-teman yang hadir, beberapa menit kemudian satu persatu bermunculan. Saat itu matahari memang cerah sekali, hanya terlihat sedikit awan di bagian utara. Setelah teman-teman sudah lengkap, sang wasit meniup peluit tanda latihan dimulai. Pada menit pertama saya mendapat bola yang diumpan dari sisi tengah menerobos ke arah sayap kiri dimana saya memposisikan diri, bola berada dikaki digiring melewati satu pemain dan saya umpan ke tengah namun tendangan teman saya masih melenceng.

Lima menit berjalan permainan masih baik-baik saja hingga tiba pada menit ke 15 saya meminta umpan langsung dari kiper, sang kiper menoleh ke arah saya di mana posisi saat itu memungkinkan saya untuk membuat gol, sang kiper memberikan bola pada saya dengan akurasi lemparan yang kuat, bola mengudara dengan tenang hingga mendarat tepat berada di kaki saya, bola langsung saya putar dengan badan menggiring sambil meniuk pelan, namun tiba-tiba lawan dari arah belakang menerobos masuk menjepit kaki kanan saya hingga jatuh membentuk huruf L. Awalnya saya mengira sudah patah, disitu rasa putus asa lebih besar daripada optimisme, saya terbaring, sunyi.

Saya menutup kepala dengan kedua telapak tangan, beberapa teman menghampiri mencoba menggerak-gerakkan kaki saya, menyuruh saya untuk bangun dan berdiri. Rasa cemas hilang ketika saya bisa jongkok dan berdiri, Namun sakitnya minta ampun. Saya baru paham bahwa memang cedera dalam Sepakbola bukan sebagai gaya-gayaan  biar terlihat sensasional. Apa-apa peristiwa yang menimpa memang harus saya terima dengan dada terbuka. Sedikitpun saya tidak ada rasa dendam terhadap teman saya. Saya paham dia pasti merasa bersalah,  namun seburuk apapun peristiwa saya harus tetap bisa menciptakan keriangan-keriangan kecil penuh kehangatan, senyum terbuka dan melupakan kesedihan.


Comments

Post a Comment

Popular Posts