Melapangkan Pikiran



Pandemik datang dengan tidak terduga, meledak ke seluruh dunia. Dampaknya begitu terasa. Rasanya seluruh aspek kehidupan berhenti seketika


Saya tinggal di Bali, di mana 80% perekonomian masyarakat menggantungkan diri pada sektor Pariwisata. Sudah lebih dua bulan hotel-hotel tutup, Bar, kios-kios yang menjual pernak-pernik pariwisata juga tutup bahkan banyak di antara mereka yang memutuskan gulung tikar, sebab tak lagi mampu membayar sewa tempat.


Kita memang menginginkan kehidupan kembali normal seperti semula, kembali beraktifitas tanpa rasa cemas. Namun sampai kapan?.


Gara-gara pandemik Bali tak lagi ramai wisatawan, tak terlihat turis berlalu lalang, tak terlihat turis duduk mengobrol di cafe-cafe, tak terlihat para backpacker Eropa berhamburan dengan Carrier di punggung mereka, hanya sepanjang jalan daun-daun berguguran debu beterbangan.


Sebelum pandemik terbit di bumi, saya sempat mengobrol dengan beberapa backpacker asal Polandia, tentunya tanpa masker yang menutup mulut dan hidung, tanpa ada rasa curiga di antara kami. Obrolan menjadi hangat, mereka masih muda, sopan dan memahami etika kebudayaan.

Namun, sekarang rupanya dunia menawarkan hal baru dengan sebuah negosiasi “new order”. Tak ada cara lain yang bisa dilakukan kecuali melapangkan pikiran dan menghadapinya dengan berani. Hanya itu.

Comments

Popular Posts