Kepada bukitsemut
Tentang janji yang belum ditepati. ini bukan
tentang keegoisan diri yang membuatmu menunggu, aku tau kamu tabah. Ada semacam
desakan dalam diriku meninggalkan beberapa halaman dalam tubuhmu. Juga perihal
waktu yang terus berlari mengejar keinginan dalam menaklukkan beberapa kalimat
yang sudah kureduksi menjadi benda.
Aku akan terus belajar memahamimu lalu pulang
menemuimu dalam ruangmu yang lengang, membuat kopi dan menyalakan cerutu.
Menghidupkan malam-malam dengan mengeja beberapa kata yang sempat kutinggalkan
begitu saja. Aku yakin kamu punya rasa dendam seperti dendam masa kecil yang
tidak mampu kau tebus. Rasanya aku hanya ingin bertanya kabarmu malam ini.
Bertanya kabar matahari di sana. Aku berharap kamu baik-baik saja. Dapat
bermain bersama anak-anak yang tersenyum tanpa alasan selain menunduk bersama
beberapa hal penting dengan gadget mereka.
Owh ya, jangan heran jika banyak debu yang
menempel di tubuhmu, itu hanyalah konsekuensi logis dari rasa dendammu
terhadapku. Biarkan orang-orang yang acuh itu tertawa, dia kira dia lebih kuat
daripada kamu, padahal dia sedang mempersiapkan kekalahan hidup. Nanti akan aku
ceritakan tentang hal-hal apa saja, tentang penderitaan, kesia-siaan, benar dan
salah atau perasaan-perasaan yang terlampau serius.
Terkadang disini aku hanya duduk mengutuk diri
mempertanyakan sebuah tanya, tentunya dengan banyak kegelisahan yang
berdesak-desakan dalam pikiran. Lalu apakah aku harus membenci hidup yang
linear ? kupastikan hidup adalah sebuah pembelaan untuk mencapai kebenaran
dengan batas-batas pengetahuan manusia.
Comments
Post a Comment