Wacana #2019GantiPresiden
Akhir-akhir ini kita banyak menyaksikan
percaturan politik yang semakin mengelisahkan, banyak beredar berita-berita
yang memancing kita untuk ikut berpartisipasi atas kelanjutan tonggak
kekuasaan. Kehadiran berbagai macam wacana politik seolah semakin lebih menarik
ketimbang gosip berita entertain. Wacana politik yang dikemas secara gurih
seperti aroma makanan yang memancing selera.
Persoalan kekuasaan menjadi penting kita
bicarakan mengingat betapa derasnya arus zaman yang semakin berganti wajah.
Tidak bisa dipungkiri lagi kekuasaan di Negri ini adalah persoalan kepentingan.
Itu sudah dari dulu. Namun pada hari ini kita di hadapkan pada sebuah persoalan
kekuasaan politik dengan wajah-wajah baru yang lebih memprihatinkan. Contohnya
seperti kemarin, pada saat pemilihan Gubernur Ibukota, disitu terlihat jelas
ada praktek politik isu Agama yang dibawa. Agama yang secara suci mengajarkan
segala aspek kebaikan hidup sekarang sudah dibawa-bawa ke sisi yang lain, yaitu
kekuasaan.
Indonesia adalah Negara dengan mayoritas Islam,
mayoritas berarti kekuatan. Maka tidak bisa dipungkiri isu-isu Agama yang
selama ini mereka bawa menjadi semacam kekuatan untuk menaklukkan lawan. Bahkan
sekarang ada pernyataan dari seorang tokoh yang kita anggap sudah senior dalam
tampuk kekuasaan mengeluarkan pernyataan yang menyesakkan dada, bahwa dia
membagi beberapa partai politik pada dua sisi. Sisi pertama adalah partai di
bawah naungan Allah Swt. sedangkan pada sisi kedua adalah Partai Setan. bagiku
itu adalah pernyataan dari hasil nalar primitif. Problem semacam itu rasanya
semakin menjadi penyakit negri ini.
Sebentar lagi kita akan dihadapkan pada
gejolak pemilihan Presiden 2019. Dalam sebuah kekuasaan ada yang disebut
golongan kanan dan golongan kiri, golongan kanan adalah yang berkuasa saat ini
sedangkan golongan kiri adalah yang menjadi lawan penguasa. Aroma pilpres 2019
sudah kian terasa. Ada banyak hal yang dapat dilakukan sebagai strategi politik
untuk melengserkan kekuasaan saat ini, mereka menciptakan isu ini isu itu yang semakin
membuat masyarakat menjadi resah dan khawatir. Para elit politik begitu cerdik menciptakan
ketegangan-ketegangan.
Kemarin aku menyaksikan di beberapa media
orang-orang yang berbondong-bondong turun kejalan dengan kaos bertuliskan
#2019GantiPresiden. Aku tidak paham apa yang mereka keluhkan tentang kekuasaan saat
ini. mereka begitu optimis bahwa dengan lengsernya kekuasaan saat ini Indonesia
akan makmur sejahtera. Wacana #2019GantiPresiden seolah menjadi semacam
kekuatan slogan yang menambah keyakinan bahwa Indonesia akan lebih aman tentram
dan sejahtera. Slogan tersebut sudah beredar dimana-mana, di media sosial
terutama. Hal ini yang menjadikan kita seperti digiring para elit politik untuk
berkata iya.
Perlu diketahui bahwa penjajahan bukan hanya
yang bersifat materil saja, merampas harta benda milik kita misalnya, bukan.
penjajahan juga bisa berbentuk nonmateril. Aku pernah membaca bukunya Albert
Camus “Pemberontak” seorang eksistensialis Prancis itu, menarik. Bahwa yang
lebih mengerikan adalah penjajahan pola pikir, ketidaktahuan kita dimanfaatkan
oleh para begundal penguasa untuk
mengikutinya. Kita lebih memilih kata “iya” daripada kata “tidak”. Maka
rasa-rasanya penting hari ini kita membaca dan memahami arus wacana politik
yang secara perlahan membunuh kemerdekaan kita sebagai manusia.
Comments
Post a Comment